Indonesian Chinese (Simplified) English

Pengenalan Tibetan Buddhism

Wajrayana atau kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Wajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal fil...

Pengenalan Tentang Palyul

Apa itu palyul? Palyul adalah salah satu 6 Biara Induk ari Sekolah Nyingma atau Tradisi Terjemahan Awal dari Buddhisme Tibet. Biara ini didirikan pada tahun 1665 di Provinsi Kham, Tibet Timur (sekarang Baiyu, Sichuan, China) oleh Kunzang Sherab, Pemegang Tahta Pertama Palyul. His Holiness Karma Kuchen Rinpoche (kiri), Pemegang Tahta ke-12 adalah Pemimpin Silsilah Palyul saat ini. Sebagaimana ya...

Wajrayana atau kadang ditulis Vajrayana, adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Wajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi. Dalam ajaran Wajrayana, latihan meditasi sering di barengi dengan visualisasi. Istilah "Wajrayana" berasal dari kata vajra yang dalam bahasa sanskerta bermakna 'halilintar' atau 'intan'. Wajra melambangkan intan sebagai unsur terkeras di bumi, maka istilah Wajrayana dapat bermakna "Kendaraan yang tak dapat rusak".

Filosofi

Filosofi ajaran agama Buddha dapat di bagi dua: Hinayana/Pratimokshayana (salah satunya Theravada) dan Mahayana. Hinayana menekankan pada pencapaian sebagai Arahat, sedangkan Mahayana pada pencapaian sebagai Bodhisatva. Tantrayana yang merupakan bagian dari Mahayana juga sering dikenal dengan nama jalan Boddhisattva. Hinayana dapat dibagi menjadi Vaibhashika dan Sautrantika. Sedangkan Mahayana dibagi menjadi Cittamatra dan Madhyamika. Madhyamaka ini terdiri dari Rangtong (yang mencakup Sautrantika dan Prasangika) dan Shentong (Yogacara). Keempat filosofi ajaran Buddha ini (Vaibhasika, Sautrantika, Cittamatra dan Madhyamika) telah ada sejak zaman Buddha Gautama, muncul karena adanya perbedaan kepercayaan, perbedaan level pemahaman, perbedaan pencapaian dan realisasi dari para murid Buddha.

Ajaran Vaibhasika dan Sautrantika banyak terdapat di Thailand, Burma, Sri Lanka, Kamboja. Ajaran Cittamatra ini banyak ditemui di China, Taiwan, Jepang, Hongkong, Singapur, Malaysia, Indonesia serta Tibet dan sekitarnya. Ajaran Uma Shentongpa merupakan bagian dari ajaran Madyamika, yang percaya bahwa self-nature (sifat alami kita) sebenarnya tidaklah sekedar kosong, karena self-nature (sifat alami kita) adalah Buddha-nature (inti benih ke-Buddhaan), yang memiliki semua kualitas Buddha.

"śūnyatā sarvadriṣṭīṇām proktā niḥsaraṇam jinaiḥ yeṣām tu śūnyatādṛṣṭtis tan asādhyan babhāṣire"

"Para Penakluk mengatakan bahwa (realisasi) Sunyata mengeliminasi semua pandangan. Semua yang mencengkram pandangan Sunyata itu dikatakan tidak dapat diobati."

- Nagarjuna, Mūlamadhyamakakārikā 13.8

Mencengkram pandangan Sunyata ialah pandangan salah yang belum memahami sunyata. Di antara semua pandangan salah, Nagarjuna menyatakan bahwa pandangan salah yang satu ini tidak dapat diobati lagi. Karena ajaran Sunyata ini sedemikian mendalam, maka tidak sepantasnya dipandang sebagai sekedar 'kosong'.

Ajaran Madyamika ini awalnya banyak terdapat di pengunungan himalaya, seperti di Tibet, Nepal, Bhutan, Sikkim, namun sekarang telah ada di berbagai negara Asia dan di negara barat. Ajaran Vajrayana secara umum di berbagai negara lebih dikenal sebagai ajaran agama Buddha Tibet, yang merupakan bagian dari Mahayana dan diajarkan langsung oleh Buddha Sakyamuni yang amat cocok untuk di praktikkan oleh umat perumah tangga, umat yang hidup sendiri (tidak menikah), ataupun umat yang memutuskan untuk hidup sebagai bhiksu di vihara Vajrayana.

Pandangan Salah

Di beberapa negara (terutama di asia), banyak sekali anggapan bahwa Wajrayana merupakan ajaran mistik, penuh dengan kegaiban. Hal ini sebenarnya tidaklah benar. Dalam Wajrayana, terdapat banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Wajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita, yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan / ketidak tahuan (Moha) yang dimiliki.

Sang Buddha sering berpesan kepada murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin, ataupun karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.

Menurut catatan, banyak sekali praktisi tinggi Wajrayana yang memiliki kemampuan (siddhi) yang luar biasa, misalnya: menghidupkan kembali ikan yang telah dimakan (Tilopa), terbang di angkasa (Milarepa), membalikkan arus sungai gangga (Biwarpa), menahan matahari selama beberapa hari (Virupa), mencapai tubuh pelangi (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti), berlari melebihi kecepatan kuda, merubah batu jadi emas atau air jadi anggur, memindahkan kesadaran seseorang ke alam suci Sukavati (yang dikenal dengan istilah phowa), dapat meramalkan secara tepat waktu serta tempat kematian & kalahirannya kembali (H.H. Karmapa), lidah dan jantung yang tidak terbakar ketika di kremasi, terdapat banyaknya relik dari sisa kremasi, dll. Di dalam Wajrayana, semua hasil yang kita peroleh dari latihan kita, haruslah kita simpan serapi mungkin, bukan untuk di ceritakan pada orang lain. Sebagai pengecualian, kita boleh mendiskusikan hal tersebut dengan Guru kita, jika memang ada hal yang kurang kita mengerti.

Pentingnya Guru Yang Berkualitas

Dalam ajaran Wajrayana, hubungan antara seorang Guru dan seorang murid adalah amat penting. Seorang murid tidak akan pernah memperoleh pencapaian tanpa bantuan seorang Guru yang berkualitas, karena Guru yang berkwalitas merupakan perwujudan dari Buddha, Dharma dan Sangha. Di dalam Wajrayana, seorang guru bisa saja merupakan seorang Yogi (pertapa), seorang His Holliness, seorang Rinpoche, ataupun seorang Lama. Seorang Guru berkualitas adalah guru yang telah diakui oleh pimpinan keempat aliran: Nyingmapa, Sakyapa, Kagyudpa, Gelugpa. Didalam Vajrayana seorang praktisi tidak dilarang untuk menikah, serta juga tidak diharuskan untuk hidup bervegetarian (Catatan: Pada saat bercocok tanam, banyak juga mahluk yang terbunuh. Hidup sebagai seorang vegetarian tidaklah menjadikan kita suci, tergantung motivasi kita. Prilaku kita dalam berlatih sehari-harilah yang amat menentukan, termasuk di dalamnya : perbuatan / Tubuh, Ucapan serta Pikiran kita). Banyak dari Guru Vajrayana yang tidak menikah, namun tidak sedikit juga yang menikah. Pasangan dari seorang Guru Vajrayana bukanlah seorang wanita biasa, mereka biasanya merupakan seorang dakini (mahluk suci yang telah memperoleh pencapaian) yang ditugaskan untuk membantu sang Guru dalam memperoleh pencapaian demi kebahagiaan semua mahluk.

Dalam ajaran Theravada dan Mahayana dikenal dengan istilah 3 akar, yaitu mengambil perlindungan pada Buddha, Dharma dan Sangha. Di dalam ajaran Wajrayana, selain penyerahan total Tubuh, Ucapan, Pikiran dan berlindung pada Buddha, Dharma dan Sangha, terdapat juga 3 akar tambahan, yaitu: penyerahan total Tubuh, Ucapan, Pikiran dan berlindung pada Guru, Yidam dan Protektor. Ketika kita berbicara tentang penyerahan total dan perlindungan, maka terlihat jelas betapa pentingnya kita mencari seorang Guru yang benar-benar berkwalitas, yang hanya dengan bantuan dan berkah yang diberikanNya kita bisa mencapai pencerahan.

Di dalam latihan, amat diperlukan seorang guru yang berkualitas, sehingga kita perlu berhati-hati dalam memilih seorang guru (words of my perfect teacher - Patrul Rinpoche). Seorang guru yang berkualitaslah yang dapat membimbing dan membantu kita dalam mencapai pencerahan. Kualitas seorang guru dapat kita lihat dari riwayat silsilah beliau (kebanyakan merupakan seorang Tulku) serta adanya pengakuan dari pimpinan ke empat aliran (Nyingmapa, Sakyapa, Kagyudpa, Gelugpa). Hal ini yang menjadi salah satu unsur pokok dalam Wajrayana. Pada saat lahirnya seorang Tulku (guru berkwalitas), biasanya di tandai dengan adanya tanda alam yang ikut bergembira, misalnya: adanya pelangi, udara dipenuhi dengan wangi dupa dan bunga, terdengar alunan musik di angkasa, dll. Pada saat di kremasi, sering lidah dan jantung seorang Tulku tidak terbakar, adanya tulisan mantra di batok kepala, juga sering ditemukan relik-relik yang indah. Tidak jarang juga seorang Tulku mencapai tubuh pelangi saat mereka meninggal (tubuh hilang tanpa bekas, hanya meninggalkan kuku dan rambut sebagai bukti).

Dalam melaksanakan latihan, sering dianjurkan untuk berlatih tiap hari secara disiplin. Banyak guru mengatakan bahwa lebih baik berlatih 10 menit tiap hari, daripada berlatih 300 menit secara berturut-turut tanpa henti, lalu istirahat selama sebulan.

Istilah Ajaran (Mantra) Rahasia

Dalam tradisi tertentu, sering ajaran diturunkan secara rahasia dari seorang guru kepada seorang murid (seperti misalnya ajaran Bisikan Dakini yang di terima oleh Tilopa langsung dari Dakini, yang diajarkan kepada Naropa, kemudian diturunkan secara rahasia oleh Milarepa hanya kepada seorang murid saja (Gampopa), sang murid juga menurunkan hanya kepada seorang muridnya, begitu seterusnya, ajaran ini tidak diberikan kepada umum). Dengan adanya hal-hal seperti ini, sering juga ajaran Vajrayana di kenal dengan ajaran rahasia. Karena praktek Vajrayana tidak terlepas dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia.

Ajaran Wajrayana sering juga disebut dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.

Selain itu dalam Wajrayana terdapat juga latihan Protektor, latihan Channel dan Cakra. Jika latihan ini dipublikasi, maka akan mengakibatkan adanya salah tafsir dari arti latihan yang sebenarnya, yang banyak terjadi pada mereka yang kurang percaya ataupun yang tidak mengerti. Sebagai contoh : Jika orang mendengar tentang Buddha, maka dalam bayangan mereka Buddha digambarkan sebagai sesuatu yang tenang, damai dan indah. Namun beberapa gambar Protektor terlihat murka/garang, walaupun sebenarnya Protektor adalah merupakan manifestasi dari Buddha juga. Jika orang awan melihat hal ini, maka mereka akan mulai mengkritik dan menyalah artikan ajaran Vajrayana, dan hal ini akan berakibat terjadinya karma buruk, yang tentu amat merugikan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, dalam latihan tingkat tinggi Wajrayana, latihan selalu harus dilakukan secara rahasia.

Sejarah dan Silsilah Vajrayana

Buddhadharma atau Buddhisme mulai masuk ke Tibet sekitar abad ketujuh pada masa pemerintahan Raja Songtsen Gampo. Pada abad kedelapan, Buddhisme mulai berakar di Tibet, yaitu pada masa pemerintahan Raja Trisong Detsen. Acharya Padmasambhava dan Abbot Shantirakshita membantu Raja untuk membawa dharma ke Tibet dan menerjemahkan ajaran-ajaran Buddha ke dalam bahasa Tibet. Semua ajaran dan praktik Buddhisme Tibet berasal langsung dari Buddha Sakyamuni. Tidak dapat dipungkiri bahwa ajaran yang berada di Tibet mempunyai hubungan ke suatu tradisi di India. Vajrayana memiliki 4 tradisi atau silsilah, yakni: Silsilah Nyingmapa, Silsilah Sakyapa, Silsilah Kagyudpa, dan Silsilah Gelugpa.

Silsilah Nyingmapa

Silsilah Nyingma (sering disebut silsilah Terma) merujuk pada Buddha Samantabhadra, Vajrasattva, dan Garab Dorje dari Uddiyana. Sosok yang paling penting dalam Nyingma adalah maha guru dari India Guru Padmasambhava, sebagai pendiri dari silsilah Nyingma, yang datang ke Tibet di abad kedelapan. Padmasambhava diundang oleh Raja Mindrolling Trichen Trisong Deutsan (742-797) untuk memusnahkan kekuatan jahat dan mendirikan pusat pengajaran agama Buddha di Tibet. Ia dikenal dengan nama Guru Rinpoche (guru yang amat berharga). Selama bertahun-tahun Guru Rinpoche dan Abbot Shantarakshita mengajarkan sutra dan tantra secara menyeluruh di Tibet. Padmasambhava menyembunyikan secara gaib ratusan Terma (ajaran dan petunjuk) dalam bentuk: kitab suci, gambar, artikel / teks upacara agama, yang hanya dapat ditemukan oleh orang tertentu yang memiliki pencapaian, pada masa depan. Sebagian dari Terma ini telah ditemukan, dan diajarkan secara rahasia dari guru ke murid. Maka muncullah istilah silsilah Terma (wahyu). Pimpinan Nyingma saat ini adalah Yang Mulia Mindrolling Trichen Rinpoche, yang mendirikan biara Mindrolling di Clementown, Dehradun, India.

Silsilah Sakyapa

Silsilah Sakya dimulai dari seorang yogi besar India, Virupa (abad ke-9), salah satu dari 84 Mahasiddhas yang amat terkenal dan memiliki pencapaian serta dapat melakukan berbagai keajaiban. Melalui Gayadhara (994-1043) silsilah ajaran diturunkan kepada seorang murid Tibet bernama Drokmi Lotsawa Shakya Yeshe (992-1072 ). Drokmi Lotsawa kemudian menurunkan silsilah ajaran kepada murid utamanya, Khon Könchok Gyalpo (1034-1102), yang membangun biara besar di wilayah Tsang, di pusat Tibet. Tradisi garis silsilah Sakya berhubungan erat dengan keluarga Khon, yang menurut sejarahnya berasal dari mahluk sempurna yang memiliki pencapaian tinggi. Silsilah ini berlanjut terus hingga sekarang sejak masa Könchok Gyalpo (1034-l102), sebagai pendiri tradisi sakya. Pimpinan silsilah ajaran Sakya saat ini adalah Yang Mulia Sakya Trizin (Ngakwang Kunga Thekchen Palbar Samphel Ganggi Gyalpo), yang lahir pada tahun 1945 di Tsedong, Tibet. Yang Mulia Sakya Trizin tinggal di Rajpur, India dan melakukan perjalanan ke seluruh dunia untuk menyebarkan ajaran silsilah Sakya demi kebahagiaan semua mahluk. Pada tahun 1974, Yang Mulia Sakya Trizin menikahi Dakmo Tashi Lhakyi dan memiliki dua anak, Ratna Vajra Rinpoche (lahir tahun 1974) dan Jnana Vajra Rinpoche (lahir tahun 1979).

Silsilah Kagyudpa

Silsilah Kagyud dimulai dari Mahasiddha agung Tilopa (988-1069), salah satu dari 84 mahasiddhas besar India, yang pertama kali mengembangkan wawasan spontan. Pencapaian ini diperoleh melalui methoda yang diajarkan oleh Buddha Sakyamuni hanya kepada murid terdekat beliau. Tilopa sendiri sebenarnya bukanlah manusia biasa. Ketika Tilopa masih muda, ada sosok Dakini bertampang seram yang menampakkan diri di hadapannya. Tilopa menanyakan status, asal-usul dan keluarganya, dan Dakini ini menjawab : “Negrimu adalah Udiyana, ayahmu adalah Chakrasamvara, ibumu adalah Vajrayogini”. Tilopa kemudian menurunkan garis silsilah Kagyu kepada Naropa (1016-1100) dan diteruskan kepada Marpa Lotsawa (1012-1097), berlanjut kepada Milarepa (1052-1135) seorang yogi yang amat terkenal di Tibet, yang mencapai pencerahan dalam 1 kehidupan (Malarepa awalnya adalah seorang dukun aliran Bon yang berilmu amat tinggi, yang telah membunuh penduduk sebuah desa dengan jalan menciptakan batu besar dan menjatuhkannya dari langit, serta menciptakan kalajengking dan kelabang sebesar sebuah rumah). Milarepa memperoleh pencerahan dibawah bimbingan yang amat keras dari gurunya, Marpa Lotsawa. Karena keuletan dan devosi yang besar terhadap Dharma, Milarepa berlatih dengan keras, tanpa mengenal lelah setiap detik, hingga tidak memikirkan makan serta hal duniawi lainnya. Dengan memperhatian pikiran yang muncul, membuang semua noda batin, akhirnya Milarepa mampu mencapai pencerahan hanya dalam 1 kehidupan dan memiliki banyak sekali kemampuan supra natural. Milarepa menurunkan silsilah pada Gampopa (1079-1153), yang kemudian diturunkan kepada Karmapa I – Dusum Kyenpa (1110-1193) dan berlanjut hingga sekarang pada Karmapa XVII - Ogyen Trinley Dorje (lahir tahun 1985). Silsilah Kagyud dapat dibagi menjadi 4 aliran besar dan 8 aliran kecil. Keempat aliarn besar tersebut adalah : Phaktru ('phag gru) Kagyud, Kamtsang (kam tshang) atau disebut juga Karma (kar ma) Kagyud, Tsalpa (tshal pa) Kagyud, Barom ('ba' rom) Kagyud. Sedangkan 8 aliran kecil merupakan subbagian dari Phaktru Kagyud, yaitu : Drikhung Kagyud, Drukpa Kagyud, Taklung Kagyud, Yasang Kagyud, Trophu Kagyud, Shuksep Kagyud, Yelpa Kagyud, serta Martsang Kagyud. Pimpinan dari Silsilah Kagyud saat ini adalah Yang Mulia Karmapa XVII - Ogyen Trinley Dorje, yang merupakan reinkarnasi ke 17 Karmapa, dan sekarang hidup di pengasingan di India. Ia di yakini sebagai emanasi dari Bodhisattva Chenrezig, dan akan menjadi Buddha ke 6 yang membabarkan dharma pada masa yang akan datang, dengan nama Buddha Simha (setelah Boddhisatva Maitreya sebagai Buddha ke 5 – yang akan lahir kembali terakhir kali sebagai pangeran Ajita). Buddha Sakyamuni - yang terlahir sebagai pangeran Sidharta Gautama - merupakan Buddha ke 4, Buddha saat ini (akan ada 1002 Buddha dalam Kalpa ini). Buddha Simha (H.H. Karmapa) ini telah diramalkan oleh Sang Buddha sendiri dan tertulis dalam Bhadrakalpa Sutra (ditulis dalam Bahasa Sanskerta).

Silsilah Gelugpa

Silsilah Gelugpa berasal dari tradisi Kadampa, yang di ajarkan oleh guru besar dari India, Atisha (982-1054). Silsilah Gelugpa ini didirikan oleh seorang guru besar Tibet, Je Tsongkhapa Lobsang Drakpa (1357-1419). Je Tsongkhapa mendirikan biara Gaden (Drok Riwo Ganden) yang menjadi pusat pengajaran silsilah Gelug. Pimpinan silsilah Gelug disebut dengan Gaden Tripa Rinpoche (pemegang takhta). Yang Mulia Gaden Tripa Rinpoche saat ini adalah Khensur Lungri Namgyel, yang merupakan pemegang silsilah ke 101 dari Gaden Tripa (sejak 2003).

Tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Yang Mulia Dalai Lama XIV. Beliau selain sebagai seorang spiritual, juga seorang tokoh politik Tibet yang disengani berbagai pihak, termasuk negara barat. Dalai Lama XIV saat ini hidup di pengasingan, di Dharamsala (India).

  • Rabu, 23 November 2016
    Pema Norbu Rinpoche Keempat

    Dengan sukacita dan kegembiraan yang luar biasa untuk memberitahukan kepada semua murid His Holiness Penor Rinpoche yang berada di seluruh dunia bahwa Guru kita yang tercinta telah dilahirkan kembali di Tibet. Berdasarkan surat nubuat dari His Holiness Jadrel Rinpoche, Penor Rinpoche Yangsi (reinkarnasi), lahir di dekat Leten Tramo Drag atau Dung Lung Tramo Drag, tempat suci dimana Nyingthing Yabshyi (Ajaran Empat Siklus Inti Hati) terungkap. Berdasarkan surat nubuat tersebut, dikombinasikan dengan visi murni dari Tulku Thubten Palzang Rinpoche, Yangsi diakui otentik.

    Pada tanggal 31 Juli 2014, yang merupakan hari keberuntungan yang mana Sang Buddha pertama kali memutar roda Dharma, hari ke-4 dan bulan ke-6 tahun 2141 menurut penanggalan Tibetan, Yangsi akan naik tahta.

    Kami meminta kepada seluruh saudara-saudari sedharma untuk melakukan doa-doa berikut untuk umur panjang Yangsi dan untuk mengatasi semua rintangan untuk keberhasilan upacara penobatan.

    1. Barche Lamsel (Doa untuk mecegah jalur hambatan)
    2. Sampa Lhundrup (Doa untuk tercapainya semua keinginan secara spontan)
    3. Neten Chagchod (Doa-doa dan persembahan ke 16 sesepuh)

    Kami akan menginformasikan doa tambahan yang diperlukan untuk kedepannya.

    Terimakasih.
    Sekretaris Jendral
    Administrasi Namdroling


    Announcement in Tibetan Version

    Announcement in English Version

    Baca Lebih Lanjut...
  • Selasa, 22 November 2016
    The short Biography of H.H. Karma Kuchen Rinpoche

    The Twelfth Throne-Holder of Palyul Lineage

    H.H. Karma Kunchen was born on 28th August 1970, in south India. His mother is TsamChod and his father Dorje Namgyal is a descendent of Anag Pon, a religious Lord of Gonjo in Kham province, Tibet. His Holiness Dudjom Rinpoche recognized him as the unmistaken reincarnation of  Karma Thegchog Nyingpo( 4th Karma Kuchen). In the year 1975, His Holiness Padma Norbu Rinpoche invited him to Namdroling Monastery and enthroned him with elaborate celebration. Under the guidance of His Holiness Padma Norbu Rinpoche, he has learnt all the basic religious educations.

    H.H. Karma Kunchen Rinpoche enrolled into the Ngagyur Nyingma University and excelled in all the knowledge of the vast and profound Sutra and Tantra teachings of Buddhist pholisophy. He also received numerous empowerments, instructions and transmissions of Nyingma tradition and particularly the Namchoe teaching, along with the Great Prefection, Tumo and Nyendro from great masters such as His Holiness Dilgo Khentse Rinpoche and H.H. Padma Norbu Rinpoche.
    In Bodhgaya, he received the novice vow and full ordination from His Holiness Padma Norbu Rinpoche. Since then he has strictly preserved every aspects of the vows and soon became an authentic holder of the precious precepts. In 1994, as per the recommendation of H.H. Padma Norbu Rinpoche, H.H. Karma Kuchen Rinpoche ariived in the Palyul Namgyal Jangchub Choling Monastery (one of the great mother monasteries of Nyingma Tradition) in Tibet.There he received various common and particular empowerment, instructions, and transmission of Nyingma and Namchoe teaching through Chogtrul Thupten Palzang, Khamtrul Chokyi Nima and so on. In addition, he practiced the distinct recital of Palyul tradition like ritual dances, establishment of mandalas and the mode of performing rituals. On 14 August 2000, he was formally enthroned as the 12th throne-holder of palyul Lineage and became the supreme head of all the mother and branch monasteries of Palyul Traditions.
    Since 2003, he has travelled to many countries and brought numerous beings to maturation by bestowing empowerments and instructions. He bestowed the Terzod Empowerment in Gonjo Gyara Monastery, which was attended by thousands of devottees. In addition, he has built many temples, stupas, prayer well, images of deities and other objects of veneration and faith. Taking into consideration the shortage of accommodation for the empowerments and great ceremonies, H.H. Karma Kuchen has established a great four-story temple, which is giant and functional for the community, and sanctified with many objects of mind, speech and the body of the buddhas. On many occasions H.H. Padma Norbu Rinpoche had appreciated his inexhaustible efforts and unrelenting service in upholding the pure lineage of Palyul tradition and dissemination of Buddha Dharma. The reincarnation of H.H. Padma Norbu Rinpoche and H.H. Karma Kuchen Rinpoche had been repeatedly upholding the tradition of Palyul Monastery through administration, guidance, and developments. Even today, H.H. Karma Kuchen Rinpoche is shouldering the responsibility of the entire Mother and Branch monasteries of Palyul Lineage, and present days, he is visiting in the Palyul Dharma Centres across the world benefiting beings and propagating the message of Lord Shakyamuni.

    Baca Lebih Lanjut...
  • Minggu, 20 November 2016
    The short Biography of H.H. Penor Rinpoche (1932-2009)

    Eleventh throne holder of Palyul Tradition

    The third Drubwang Pema Norbu ("Penor") Rinpoche is the 11th Throne holder of the Palyul Lineage of Nyingma. He is considered one of the foremost masters of the Buddhist tradition of Tibet. Throughout the Buddhist community he is respected for his vast knowledge and accomplishment and for the integrity and strength with which he upholds the Buddhist teachings. H.H. Penor Rinpoche was born in the Powo region of Kham East Tibet to father Sonam Gyurme and mother Dzom Kyi during the twelfth month of the lunar calendar the year of the Water Monkey (1932). Khenpo Ngaga foresaw exceptional destiny for the new incarnation. In 1936, the year of the Fire Mouse, the young Penor Rinpoche was invited to the Palyul monastery where he took refuge with the greats and learned masters. Khenpo Ngaga performed the traditional hair cutting ceremony and gave him the name Dhongag Shedrup Tenzin.

    Khenpo Ngaga then granted him the long life empowerment of Amitayus and composed the long-life prayer which is till chanted daily by thousands of His Holiness Penor Rinpoche's followers all over the world. His Holiness Penor was formally enthroned by his master Thubten Chokyi Dawa (1894-1959) the second Choktul Rinpoche, and Karma Thekchok Nyingpo (1908-1958) the fourth Karma Kuchen. In time, Penor Rinpoche would become the eleventh throne holder of Palyul Monastery with its more than four hundred branch monasteries. He spent years at Palyul, studying and receiving teachings from numerous masters and scholars, including 4th Karma Kuchen, who carefully prepared him as his successor.

    After the invasion of China in 1963, His Holiness settled in Bylakuppe in south India and began the daunting project of establishing Namdroling Monastery under extremely harsh conditions. Today, Namdroling houses around 5000 monks and 900 nuns and is one of the thriving centers of excellence for Tibetan culture and religious training. The complex consists of a school, a college for Higher Buddhist Studies, a retreat centre, a nunnery, a hospital and a home for the elderly. His Holiness is also actively involved in helping local Indians through education and health care. In addition, His Holiness has managed to rebuild the monasteries in Tibet and reintroduced Buddhist study and practice. Simultaneously he has set up a network of palyul centers in other parts of the world such as in United States of America, England, Greece, Canada, Singapore, Taiwan, Hong Kong, Philippine,  Macao etc.

    His Holiness is considered the reincarnation of Vajrapani and living embodiment of Vimalaitra, who brought the Dzongchen teaching in Tibet. One of the few prominent masters in the Nyingma tradition. His Holiness is renowned as both a scholar and as a leading figure in meditation by hundreds of thousands of followers worldwide. Throughout the Tibet communities, His Holiness renowned for his personal integrity, will power, determination and magnanimity in propagating the teaching of the Buddha. His Holiness served as the Supreme Head of the Nyingma tradition of Tibetan Buddhism for over ten years.

    As always, His Holiness Penor Rinpoche works tirelessly for the dissemination of Buddhism in all part of the world. He has founded Dharma centers in the  USA, Canada, the United Kingdom, Germany, Greece, Philippines, Hong Kong, Singapore, Taiwan etc.
    The 11th Throne holder of the Palyul Lineage of the Nyingma School of Tibetan Buddhism, His Holiness Pema Norbu Rinpoche passed away, entering the stage of Thugdam, the final stage of meditation, as of 8:20 PM on Friday, March 27, 2009, at the Namdroling Monastery in Bylauppe, South India.  His Holiness Penor Rinpoche remained in Thugdam for almost eight days until Friday April 3, 2009. Present days, His Holiness Penor Rinpoche's holy body is preserved in the first floor of Zangdog palri Temple of Namdroling Monastery in order to receive blessing for the devotees around the world.
    His Holiness Penor Rinpoche is one of the last greatest Master upholding the complete and realization of the Nyingma or Ancient Tradition. His Holiness visible achievements are too numerous to list fully, not to mention the full spectrum of his hidden activates for the benefit of all sentient beings.

    Baca Lebih Lanjut...

Three things cannot be long hidden: the sun, the moon, and the truth.

"Buddha"

Jadwal Acara

Galeri Foto Terbaru

Enthronement HH Penor Yangsi R...
View
Enthronement HH Penor Yangsi R...
View
Enthronement HH Penor Yangsi R...
View
Enthronement HH Penor Yangsi R...
View
Enthronement HH Penor Yangsi R...
View

Copyright © 2016 - Palyul Nyingma Indonesia - All Rights Reserved

Pengunjung: 00000656